Jumat, 25 Oktober 2013

Pendidikan Karakter Sebagai Ikhtiar Mengatasi Krisis Moral Penegak Hukum

Berbicara mengenai moral dan penegak hukum sama halnya kita sedang membicarakan mengenai sulitnya menyatukan sebuah idealita dan realita. Kenapa saya mengatakan seperti itu? Yaa..karna seperti itulah keadaannya. Sudah menjadi rahasia publik bahwa carut marut fungsi penegakan hukum yang idealnya adalah menjadi senjata guna mencari sebuah keadilan yang kemudian diplesetkan menjadi suatu alat untuk mencapai suatu tujuan, apakah tujuan itu? Tidak lain dan tidak bukan adalah sebuah kekayaan.

Kekayaan yang idealnya merupakan sebuah instrumen menuju suatu kemuliaan, dalam perjalanannya dijadikan suatu tujuan yang kemudian tujuan tersebut dicapai dengan berbagai macam cara, salah satunya korupsi dan masih banyak lainnya.
Hal ini semakin menegaskan betapa prematurnya moral penegak hukum yang ada di negara kita. Karena desakan nafsu yang tak diiringi oleh keadaaan psikologis moral yang baik sehingga menggiring terbentuknya sebuah masyarakat yang menghalalkan segala cara (permissive society). Akhirnya, rambu-rambu moralitas yang sepatutnya ditaati ditabrak dan menjadi kehilangan arti.

Prof. Jilmy mengatakan bahwa pada tatanan ideal, penegak hukum merupakan suatu sarana atau proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam hubungan-hubungan hukum didalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Namun apa yang terjadi kemudian sungguh sangat ironis dan mengiris hati rakyat, berbagai lini penegak hukum yang diharapkan mampu memberikan suatu keadilan bagi para pencari keadilan kini sudah tidak berjalan sebagaimana mestinya. Permasalahan rendahnya moralitas penegak hukum menjadi permasalah utamanya, di hampir seluruh lembaga dan aparat penegak hukum yang ada mulai dari Kepolisian, Kejaksaan maupun Kehakiman bahkan hingga profesi-profesi lainnya yang bersentuhan dengan hukum semisal Advokat, Panitera maupun Notaris telah mengalami krisis moral yang jelas hal tersebut berdampak pada ojektivitas mereka dalam menegakkan hukum yang ada. Keboborokan moral penegak hukum itulah yang membuka pintu lebar-lebar terhadap praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di negara ini sehingga seakan-akan menjadi sesuatu yang mendarah daging dan membudaya, hal mana telah menggerogoti pilar-pilar dari tegaknya hukum atau supremasi hukum di Indonesia. Inilah fakta yang sulit dipungkiri. Padahal negara ini dihuni oleh mayoritas masyarakat yang beragama islam, dan yang membuat kita bak sudah jatuh tertimpa tangga adalah bahwa para penegak hukum yang terindikasi melakukan korupsi dan kecurangan lainnya adalah saudara-saudara kita yang beragama islam.

Lantas yang menjadi sebuah pertanyaan adalah, solusi alternatif apakah yang dapat kita tawarkan dan kita lakukan guna mengatasi krisis moral yang sedang menjangkit para penegak hukum yang ada?

Sebagai mahasiswa yang memegang peranan atas tuntutan sosial yang telah ada, sudah menjadi tanggungjawab kita bersama guna melahirkan suatu gagasan ataupun solusi-solusi yang dapat ditawarkan dan pastinya juga dapat nyata diimplementasikan guna keberlangsungan tegaknya keadilan yang ada di negara kita ini. Salah satu cara alternatif yang sekiranya dapat dan perlu kita gagas saat ini adalah dengan mengkonstruksi sebuah sistem pendidikan karakter yang berbasis moralitas pada tahap kerja di berbagai lini penegak hukum.

Kenapa hanya penegak hukum? karna banyak ahli mengatakan bahwa keadilan akan mudah untuk dicapai apabila penegak hukum berjalan sebagaimana fungsinya.

Sama halnya ketika kita berbicara mengenai perlunya penanaman nilai-nilai moralitas di tubuh partai politik , gagasan ini berangkat dari suatu pemikiran bahwa kemampuan berfikir dapat mempengaruhi suatu perilaku seseorang agar mereka tidak melakukan suatu perbuatan yang tercela, karena siapa yang akan mengetahui sejauh mana tingkat idealisme seseorang?  di sisi lain sebagaimana kita ketahui bersama bahwa kedudukan penegak hukum sangatlah strategis terlebih penegak hukum merupakan fasilitator rakyat untuk mencari sebuah keadilan. Dengan begitu betapa pentingnya pendidikan karakter untuk memperbaiki perilaku supaya orang yang dalam hal ini adalah penegak hukum agar tidak melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme yang tentu saja berimplikasi buruk ketika hal tersebut dilakukan. Selain itu urgensi dari pendidikan karakter yang berlandaskan moralitas terhadap seluruh penegak hukum adalah sebagai upaya preventif dan sebagai bentuk pengawasan bagi para penegak hukum  yang kemudian diharapkan dari hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan penegak hukum dalam konteks integritas dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada penegak hukum, bahwa mereka adalah wakil-wakil rakyat terhormat.
Ketika pendidikan karakter tidak dimaksimalkan atau bahkan tidak diterapkan sama sekali di dalam tubuh penegak hukum, niscaya apa yang kita takutkan akan terus terjadi dan apa yang kita idam-idamkan mungkin tidak akan pernah terjadi. Sikap optimisme dalam hal ini juga perlu diterapkan karna tidak ada yang tidak mungkin kita lakukan ketika kita melakukan semuanya dengan niat yang kuat, usaha yang sungguh-sungguh, dukungan dari berbagai pihak dan doa yang selalu menyertai.

Jangan pernah merasa putus asa terhadap keadaan yang sedang melanda, jangan pula merasa kita adalah seorang diri dalam mengupayakan perubahan ini. Sadarlah bahwa masih ada orang-orang yang satu pemikiran dengan kita walaupun sekarang kita adalah minority. Yang harus kita lakukan sekarang adalah bangkitkan semangat mahasiswa dengan cara tularkan semangat yang kita punya dengan suatu tindakan nyata tidak hanya dengan retorika belaka, kelilingi diri dengan orang-orang yang memiliki visi sama, jelas bersama mereka yang ingin mengupayakan suatu perubahan. Ingatlah kawan bahwa ini merupakan salah satu bentuk ikhtiar untuk menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara yang berkeadilan dan bebas dari praktek kecurangan.

“Perubahan tampa didasari oleh niat dan cara yang tepat hanya akan mengasilkan sesuatu hal yang semu. Oleh karna itu, luruskan niat dan lakukan dengan cara yang tepat”